Tahun terbit: 2016
Penulis: Tere Liye
Sinopsis:
Zaman Zulkarnaen adalah seorang junior lawyer di Thompson and Co. London Inggris. Kebiasaannya setiap pagi dimulai dengan berangkat dari apartemen, menyapa Rajendra Khan seorang India muslim yang berjualan tidak jauh dari stasiun kereta yang selalu Zaman tuju untuk sampai ke kantornya. Karena hampir setiap hari Zaman lewat dan membeli makanan di kios milik Rajendra Khan yang roti dagingnya adalah makanan favorit Zaman mereka jadi saling mengenal.
Pagi itu berbeda, setelah sampai di kantornya Zaman dipanggil untuk memenuhi undangan rapat yang berkaitan dengan sebuah kasus. Kali ini berbeda, Zaman diberi tanggung jawab langsung untuk menyelesaikan kasus tersebut dan jika dia dapat menyelesaikannya dengan baik dan adil, maka Zaman berhak untuk menjadi senior lawyer menggantikan salah seorang senior lawyer yang telah pensiun.
Kasus ini berkaitan dengan seorang wanita bernama Sri Ningsih asal Indonesia, dia warga London Inggris tapi meninggal di sebuah panti jompo di Prancis dan meninggalkan warisan yang jumlahnya trilyunan. Cukup pelik dimana tidak diketahui hubungan kekerabatan yang erat dengan Sri Ningsih. Dengan kekayaan sebesar itu seharusnya dia masuk nominasi menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia, tapi tidak demikian dengan Sri Ningsih. Nama itu tidak pernah menjadi sorotan publik.
Eric, atasan Zaman mengemukakan bahwa jabatan senior lawyer sudah lama kosong dan ini kesempatan baik bagi Zaman. Selain karena Zaman memang dipandang kompeten, pun juga dia berasal dari Indonesia, sehingga lebih memiliki wawasan untuk penelusurannya.
Zaman teringat awal Eric menginterviewnya untuk pekerjaan ini. Zaman adalah seorang lulusan Oxford yang tidak terlalu gemilang, dia mahasiswa hukum biasa yang nilainya sering jelek. Ketika sedang mengerjakan thesis, Zaman mendadak mendapat panggilan dari Thompson and Co. meskipun dari sekian banyak perusahaan yang sudah dilamarnya Zaman yakin benar bahwa dia tidak melamar ke Thompson and Co. Interview itu bertepatan dengan jadwal konsultasi dengan profesornya tapi mengetahui hal itu profesor segera menyarankan Zaman untuk bergegas dan datang ke panggilan tersebut. Thompson & co di Belgrave Square. Perusahaan firma hukum itu mungkin tidak glamor tapi sangat disegani karena bisa dipercaya, bagus dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, sungguh sebuah kehormatan jika mereka memilih Zaman menjadi salah satu kandidatnya, jelas Profesor. Mereka memiliki nama besar terutama pada kasus-kasus penanganan harta warisan.
Zaman datang ke undangan interview dengan terlambat, dia menyatakan tidak mungkin bisa sampai ke tempat interview hanya dalam waktu sekian jam perjalanan dari kereta kecuali dia naik helikopter.
"Kenapa tidak minta?" sergah Eric, pewawancaranya. Zaman terdiam.
Belakangan setelah diterima dia baru tahu bahwa Eric tidak bercanda, Thompson & Co memang memiliki helikopter yang bisa digunakan sesuai keperluan pun mereka juga memiliki fasilitas jet pribadi agar para lawyer dapat menjalankan penyelidikan dengan cepat tanpa terganggu jadwal pesawat. Dengan bekerja di Thompson & Co, Zaman sangat sering berpindah-pindah negara dan mendapatkan fasilitas pemandu yang baik di negara tempat dia singgah. Ketika masih bersama menangani kasus dengan Eric tak jarang setelah kasus selesai mereka sejenak beristirahat dengan menonton pertandingan sepak bola di negara tempat mereka mengadakan penyelidikan.
Zaman berangkat ke Perancis di panti jompo tempat Sri Ningsih meninggal dan bertemu Aimee, petugas panti yang cantik dan baik hati yang menjadi salah satu orang terdekat Sri Ningsih. Aimee banyak bercerita mengenai seperti apa sosok Sri Ningsih, meskipun dia tidak tahu apakah Sri masih memiliki keluarga atau apa. Sri tidak pernah bercerta, Aimee sendiri tidak pernah bertanya karena paham bahwa sebagian besar penghuni panti biasanya memiliki masalah dengan keluarganya karena itu mereka tinggal di panti tersebut. Sri Ningsih orang berusia lanjut yang sangat bersemangat dan ceria, dia berkebun di atap gedung dan mengajar tari tradisional. Banyak usul-usulnya yang menyemarakkan panti jompo tersebut. Dari Aimee, Zaman mendapatkan buku harian Sri Ningsih.
Sri memang berasal dari Indonesia, karena itu Zaman memutuskan untuk segera berangkat ke Jakarta dengan menaiki fasilitas jet pribadi saat itu juga. Dalam perjalanan dia membuka buku harian Sri Ningsih, di halaman pertama foto seorang anak kecil di atas perahu bertuliskan Bungin. Ada beberapa paragraf yang berkaitan dengan tempat itu yang Sri tuliskan. Tentang rumah-rumah yang padat dan kambing memakan kertas, tempat itu mengajarkan arti kesabaran bagi seorang Sri. Masalahnya Zaman tidak pernah mendengar dan tidak tahu dimana letak Bungin yang dimaksud. Dalam kondisi buntu, Pilot pesawat menyapa Zaman dan mereka berbincang sesaat hingga akhirnya diketahui bahwa pulau Bungin yang dimaksud ada di Sumbawa dan merupakan salah satu pulau terpadat didunia. Mereka batal menuju Jakarta dan langsung ke Sumbawa. Zaman tidak sabar untuk memulai penyelidikannya. Tanpa dia ketahui apa yang dia telusuri adalah sejarah panjang rasa sakit, kesabaran, kebaikan hati juga keteguhan hati seorang wanita bernama Sri Ningsih.
Seseorang yang mengingatkan Zaman pada bagian-bagian hidupnya sendiri.
Kata Ninda:
Ada 5 buku Tere Liye yang sejujurnya paling membuat saya terkesan: Hafalan Shalat Delisa, Berjuta Rasanya, Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin, Rembulan Tenggelam di Wajahmu dan buku ini. Saya termasuk penggemar tulisan beliau pun juga visi dan prinsip yang dia anut. Tentu saya suka juga kisah petualangan seperti yang disuguhkan tetralogi Bulan.
Tapi buku-buku yang saya sebutkan diatas benar-benar menyentuh hati karena keunikan ceritanya dan kemampuannya untuk membuat saya lebih banyak merasa. Dan buku ini dengan keseruan yang bikin saya nggak rela melepaskan buku sebelum benar-benar selesai karena sensasi penasaran yang mirip seperti saat saya membaca buku Dan Brown dan JK Rowling, ya kurang lebih seperti itu.
Saya memulai membaca buku ini ketika suami sedang membaca bursa transfer musim dingin 2017 Okezone untuk waktu yang lama sampek dia heran dan tanya emangnya saya baca buku apa? Karena saya baca buku ini dengan tampang serius dan betah diam selama berjam-jam nggak beranjak sedikitpun. Hadeuh penasarannya nggak kuat, saya berakhir dengan menyelesaikan buku ini dalam waktu sekitar 2 hari saking nggak kuat penasarannya. Bahkan lagi nunggu masakan aja bawa kursi deket kompor sambil baca buku. Freak! Dan sejauh ini, ini buku Tere Liye yang paling saya sukai.
Oh ya kami memang sering punya aktivitas sendiri-sendiri meskipun tetep bareng, entah dia yang nonton bola dan sayanya lagi streaming drama melalui ponsel atau kalau saya lagi baca buku kayak gitu dia biasanya akses Okezone untuk lihat berita sepakbola, seperti kemarin itu saya baca Tentang Kamu-nya Tere Liye dia baca bursa transfer musim dingin 2017 Okezone.
Oh ya kami memang sering punya aktivitas sendiri-sendiri meskipun tetep bareng, entah dia yang nonton bola dan sayanya lagi streaming drama melalui ponsel atau kalau saya lagi baca buku kayak gitu dia biasanya akses Okezone untuk lihat berita sepakbola, seperti kemarin itu saya baca Tentang Kamu-nya Tere Liye dia baca bursa transfer musim dingin 2017 Okezone.
Ketegaran dan perjalanan hidup Sri Ningsih berikut dengan isu-isu sosial semasa hidupnya. Dari sejak tinggal di Pulau Bungin, hingga menetap di London. Saya paling nggak kuat dan merasa ngeri saat dikisahkan gejolak pemberontakan G30S PKI yang demikian kejam dan vulgar membantai para santri dan ulama. Pantaslah hari itu tidak termaafkan oleh bangsa ini. Risetnya Tere Liye mengagumkan meskipun pada satu alur tentang Sulastri saya masih belum mendapatkan penjelasan terbaik karena menurut saya masih janggal sih. Kecuali penjelasan simple: dia psikopat. Nggak aneh kalau dia dendam cuma agak too much sih kalau ngikutin sampek keliling Eropa gitu, ketemu lagi dan ngeklaim warisan juga kayak udah tahu kalau warisannya gede padahal sudah disembunyikan dengan sangat rapi. Ya logikanya berani ngasih penawaran ke law firm sekian persen berarti yakin dapetnya bakal gede dong.
Episode hidup Sri Ningsih favorit saya adalah di episode London ketika dia bertemu dengan seorang pemuda Turki bernama Hakan Karim yang kemudian menjadi suaminya. Lelaki yang rela bolak-balik naik bis hanya untuk mengobrol sebentar dengan Sri setiap pagi. Yang mencintai Sri meskipun rhesus darah mereka yang berbeda. Manis banget.
Tapi kalau kamu berharap isi buku ini bakalan penuh galau dan menye karena judulnya yang mungkin sudah bikin baper duluan, sayangnya dominasi buku ini bukan seputar romance :)
Plot twist di belakang ada yang mengagetkan, ada pula yang sudah bisa kita tebak dengan baik di beberapa bab sebelumnya. Buku ini memuaskan, membelinya nggak akan rugi. Terutama dengan khas Tere Liye, bukunya selalu penuh pesan-pesan positif, moral baik dan prinsip hidup yang bisa kita anut. Rasanya nggak sabar untuk menanti buku Tere Liye berikutnya.
Ada yang sudah baca juga?
Belum bacaa
ReplyDeletebaca Lu, nagihin nih bukunyaa :D
Deletebanyak yang suka buku ini, kirain romance. bolehlah kalau ga menye menye mah
ReplyDeletebukaannn nay, ada romancenya tapi nggak banyak :)
DeleteBelum baca nind, nggak kelar baca buku Tere Liye waktu hamil Kaina. Jadi ternyata ini bkn romance yaa..Tere Liye udah terkenal bagus,beberapa baris dikutip oleh orang, aku pun setuju dgn prinsipnya pdhl baru intip dikit bgt
ReplyDeletesekali baca lebih banyak jaminan susah berhenti ini mbak :p
DeleteAh bener banget nih. Novel ini seru bgt bikin ku betah baca empat jam non stop *jarang2 hehe
ReplyDeletesama cyinn :D
Delete