Movie year: 2017
Rating:
8.3 / 10 IMdb
Sinopsis:
Anya (Adinia Wirasti) bekerja di bidang yang membuatnya sering bepergian. Bandara sudah seperti rumah kedua bagianya, bandara juga merupakan tempat favorit Anya. Bandara adalah sebuah tempat yang menawarkan banyak hal, pilihan, perpisahan, pertemuan. Orang datang ke bandara dengan berbagai tujuan. Namun meskipun menyukai bandara, Anya sebenarnya takut naik pesawat, setiap kali harus naik pesawat dia membawa serta mainan dinosaurus kecil yang sudah dia punya sejak masih anak-anak.
Dalam agenda hariannya yang sering berada di pesawat, titik-titik kritis di pesawat beberapa detik ketika pesawat akan tinggal landas dan beberapa detik sebelum landing menurut survey adalah masa-masa dimana paling sering terjadinya kecelakaan pesawat, dia paling takut berada di pesawat pada saat-saat itu.
Anya percaya bahwa hubungan antar manusia juga seperti itu. Seperti saat pertama kalinya dia bertemu dengan Aldebaran Risjad atau Ale (Reza Rahadian) dalam sebuah penerbangan karena mereka berdua duduk bersebelahan. Obrolan singkat yang 'nyambung', membuat Anya menyadari keterlibatan chemistry diantara mereka saat itu. Ale yang bekerja di pengeboran minyak di Mexico sedang dalam perjalanan kembali ke tempat kerjanya setelah pulang kampung dan Anya yang sedang business trip.
Beberapa bulan setelah menikah, Anya dinyatakan hamil. Ale yang protektif lebih cerewet lagi demi kesehatan istrinya, dia rajin mengantar istrinya ke kantor dan melakukan banyak hal selama dia di rumah agar istrinya tidak merasa kelelahan juga tetap sehat dalam masa kehamilan.
Sikap Ale yang over protektif dan berlebihan sebenarnya tidak masalah bagi Anya, hanya saja saat sedang khawatir Ale sering kehilangan kontrol pada kata-katanya dan membuat Anya sangat tidak nyaman bahkan tersinggung.
Suatu sore, sepulang kerja tanpa sengaja Anya tertabrak sepeda di jalan. Pengemudi sepeda segera membawa Anya ke dokter kandungan terdekat, dokter kandungan menyampaikan bahwa selain lecet-lecet di tangan Anya... tidak ada masalah. Bayinya juga baik-baik saja. Ale yang mengetahui istrinya tertabrak sepeda di jalan menjadi sangat khawatir dan mengajak Anya untuk pindah kembali ke Indonesia. Ale beralasan bahwa di Indonesia mereka lebih dekat dengan keluarga dan teman-teman Anya sehingga akan ada yang menjaga dan memperhatikan kehamilan Anya. Ale khawatir jika hal seperti ini terjadi lagi saat dia sedang bekerja di rig.
Anya menolak dan berkata dia sudah nyaman tinggal di New York. Ale menyampaikan bahwa dia dipindah bekerja di rig yang dekat dengan Indonesia sehingga dia memohon agar Anya bersedia pindah, karena bagi Ale... Anya dan bayi merekalah yang paling penting.
Akhirnya mereka sepakat untuk pindah ke Indonesia. Anya bekerja kembali di posisinya semula dan mereka sangat berbahagia menunggu kehadiran bayi mereka. Anya dan Ale bahkan sudah menyiapkan nama Aidan untuk si bayi, artinya si kecil yang bersemangat. Ale juga mengecat dan menyiapkan kamar untuk Aidan dengan tangannya sendiri. Mereka sudah tidak sabar menunggu Aidan lahir.
Pada bulan kesembilan kehamilan Anya, Ale sedang bekerja di rig dan mendadak Anya meneleponnya karena merasa Aidan yang biasanya aktif bergerak menendang perutnya menjadi lebih 'diam' dari biasanya. Dia menendang kembali ketika Ale berbicara namun hingga beberapa hari kemudian Anya masih merasa tidak enak karena merasa Aidan terlalu tenang. Anya memutuskan untuk ke dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilannya. Betapa hancur hatinya ketika menerima hasil pemeriksaan bahwa Aidan sudah meninggal dalam kandungan dan Anya harus melahirkannya segera.
Ale tidak kalah sedih dan shock, dia menemani istrinya yang melahirkan bayi mereka dan menguburkannya sendiri. Kematian Aidan bukan hanya sekadar duka orang tua yang kehilangan anak bagi mereka berdua, namun ternyata juga mempengaruhi hubungan mereka. Komunikasi yang tidak lancar dan kaku, sikap yang sudah berbeda, mendung menggayut dalam rumah tangga mereka. Sikap dan perkataan Ale mulai membuat Anya bertanya-tanya apa rumah tangga mereka masih layak untuk dipertahankan?
Kata Ninda:
Sinopsis panjang banget ya, heuh maafkan. Can't help but write anything in my mind. Mungkin karena masih anget baru sabtu malem lalu nontonnya.
Film ini diangkat dari novel Ika Natassa dengan judul yang sama Critical Eleven, sementara novelnya diangkat dari cerita pendek yang ditulis Ika dalam kumpulan cerita pendek Autumn Once More. Ceritanya pendek dan berkesan banget memang kok, bikin banyak orang baper dan 'memaksa' Ika untuk membuat novelnya.
Review novel Critical Eleven dan quotenya pernah saya tulis di sini. Silakan dibaca kalau pengin tahu review novelnya juga :)
Acting Reza dan Adinia yah seperti biasa keren banget ya, saya pernah nonton mereka di film Kapan Kawin dan chemistrynya dapet banget. Di film ini, lagi-lagi mereka nggak mengecewakan saya dengan akting yang bener-bener bikin saya ngerasa... they brought Anya and Ale in real life. Keren lah.
Di novelnya, saya banyak sebel sama Anya dan kesian sama Ale. Tapi entah karena banyak pembaca yang mengkritisi itu saat masih barusan terbit novelnya jadi di film ini emosi diantara keduanya berimbang banget. Saya bisa ngerti kenapa Anya merasa marah dan tersinggung dengan ucapan Ale. Ucapan Ale ternyata nggak berdiri sendiri, dia memang karakternya kaku dan protektif sejak awal. Dan tentang masa-masa kehilangan Aidan, ucapan Ale yang menyakiti Anya itu pun juga ternyata tidak hanya berdiri sendiri. Ada situasi yang buruk, tindakan tidak mengenakkan, jarak yang renggang antara keduanya menjadikan kita bisa mengerti kenapa Anya marah dan susah untuk memaafkan Ale. Well done. Tidak ada juga adegan ambigu minum alkohol seperti di novelnya :p
Saya akui kalau saya lebih bisa menerima Anya dalam sosok Adinia Wirasti yang kalem dan dewasa ketimbang tokoh Anya di buku yang serba ambigu dan lebih nyebelin :p Meskipun tetep ya adegan keluar negeri tanpa ngabarin suami itu gimana ya, memang Anya banget tapi bukan Adinia banget. Haha nggak tahu kenapa saya mikirnya kayak gitu.
Si suami yang nonton bareng saya juga komentar: "itu gimana tuh pergi-pergi keluar negeri nggak izin suaminya dulu terus mau pergi keluar negeri dalam waktu lama juga nggak ngasih tahu suami lagi. Bisa dicerai lho kayak gitu..."
Yang bikin saya ngeh ah iya ya... bener juga. Memang dalam situasi pernikahan seperti itu bikin kita maklum-maklum aja sama kondisi emosi perempuan ya. Cuma kalau ditarik secara aturan agama ya pastinya salah banget entah apapun situasinya.
"lagian si Anya kok nggak adil gitu sih, pas suaminya mau berangkat ke rig harus izin lama-lama dan dianya sedih, nggak suka gitu. Eh Anya-nya malah mau pergi berbulan-bulan ke Melbourne main pergi aja,"
"lagian si Anya kok nggak adil gitu sih, pas suaminya mau berangkat ke rig harus izin lama-lama dan dianya sedih, nggak suka gitu. Eh Anya-nya malah mau pergi berbulan-bulan ke Melbourne main pergi aja,"
Film ini secara keseluruhan, menurut saya sebagai orang yang suka nonton film (bukan sebagai orang yang suka baca buku lho) adalah film dengan alur cerita yang standar. Genrenya romance dan keluarga. Tentang suami istri yang menghadapi masalah kehilangan buah hati mereka bersama-sama. Konfliknya nggak sebagus dan serumit drama dengan genre mirip sih seperti misalnya film Test Pack. Tapi yah karena sudah pernah baca bukunya dan come on... ini Adinia dan Reza! Makanya saya memutuskan nonton hehehe.
Dan saya senang karena gambaran keluarga Risjad yang hangat juga dapet banget disini dengan ayah dan ibu diperankan oleh aktor senior Slamet Rahardjo dan Widyawati. Kedua aktor kawakan ini sudah nggak perlu lagi diragukan aktingnya dong ya...
Sayangnya, ehm entah kok Harris disini nggak banyak berperan. Gimana karakter dia yang playboy dan nyebelin nggak kelihatan sama sekali disini, sehingga saya rasa cuma kita yang rajin baca bukunya Ika Natassa yang tahu gimana sih karakter dia sebenernya?
Tokoh Dony nggak ada di buku dan sejujurnya Hamish masih kelihatan awkward gitu pas akting disini. Terus lagi tokoh Keara disini kok nggak kelihatan bad girl sama sekali ya? Hahaha... justru kelihatan good girl banget kesannya, beda sama karakter dia yang saya tangkep di buku. Di buku kayaknya cantik, bad girl banget tapi punya sisi lain yang bikin orang lain nggak mengira.
Terus kalau di short story versi Autumn Once More sih nyambung aja ya judulnya Critical Eleven karena emang tentang bandara dan pertemuan dua orang, kalau di novel apalagi di film... soal bandara-bandaranya nggak berperan banget dan sejujurnya menurut saya judulnya sudah nggak lagi nyambung sama isi cerita. Ini menurut saya lho :D
Terus kalau di short story versi Autumn Once More sih nyambung aja ya judulnya Critical Eleven karena emang tentang bandara dan pertemuan dua orang, kalau di novel apalagi di film... soal bandara-bandaranya nggak berperan banget dan sejujurnya menurut saya judulnya sudah nggak lagi nyambung sama isi cerita. Ini menurut saya lho :D
End review, sudah pegel ngetiknya hehe. Manteman sudah nonton film ini juga? Sharing yuk, menurut kalian gimana? :D
Iyayah Anya di sini lebih nggak nyebelin haha... aku kok mau lagi ya nontonnya. nind, masi inget nggak pas ibunya ale ngobrol sama Anya, ada backsound pengajian gitu klo di studio yg aku tonton. Suami aku denger, dia malah ktawa jadinya ...
ReplyDeleteAku belom nonton. Huhuhuhu
ReplyDeleteGak sempet mulu mau bikin review, akuuuu. Suka filmnyaaaa lebih daripada bukunya. Hahaha, disini gak ada sebel2nya ama anya... dan jd g muja2 ale juga hahaha...
ReplyDeleteAku baca bukunya juga nggak selesai, karna plotnya yang hmmmm. Menurutku bukan bacaan yg pas unt kubaca saat hamil kemarin. Hihihi dari tadi komenku belum selesai semua ya ^^v
ReplyDelete